Ide Usaha Rumahan Yang Lagi Trend Di Tahun 2014

Siapa bilang berbisnis tak bisa dimulai dari dapur sendiri? Tiga wanita ini membuktikan, berawal dari keinginan menyediakan makanan bergizi dan bebas pengawet untuk buah hati, justru membawa mereka jadi wanita pengusaha dengan omzet jutaan per bulan. Rupanya, pasar untuk produk frozen food masih terbuka lebar.

 Nuggetku  Eksplorasi Bayam Merah

Beberapa tahun lalu Anindhita Damayanti dipusingkan ulah anaknya yang enggan mengonsumi sayur. Merasa memiliki latar belakang Sekolah Perhotelan, Anindhita pun mulai berimprovisasi lewat beragam resep. Ia lalu membuat sendiri nugget sayur untuk si kecil. “Anak saya senang nugget, tapi saya agak enggan membeli nugget yang sudah jadi. Setelah coba-coba bikin sendiri, ternyata anak saya suka sekali,” kata ibu dua anak ini senang.

Belakangan Anindhita menyadari, masalah ini tak hanya dialami dirinya. Banyak ibu-ibu lain yang kesulitan menyuruh anak-anak mereka makan sayur. Maka, pikirnya, kenapa resep andalannya tak dibuat usaha saja? “Muncul idenya dari obrolan dengan ibu-ibu lain. Awalnya saya kasih resepnya, tapi mereka malah pilih untuk pesan langsung ke saya.”

Diakui Anindhita, usaha nugget sayur ini tak dirintis dengan mudah. “Susah-susah gampang awalnya. Soalnya ketika melihat produk saya, orang menganggap harganya mahal. Padahal sebenarnya enggak,” tutur wanita berjilbab ini.

Hebatnya, usaha rumahan yang dimulai dengan modal awal sekitar Rp 150 ribu itu, kini beromzet sekitar Rp 1 – 1,5 juta per bulan. “Sekarang saya membuat nugget sesuai pesanan, soalnya nugget ini tidak pakai pengawet, jadi tidak tahan lama. Paling lama sebulan jika disimpan di freezer .”

Serius dengan bisnis yang digelutinya, Anindhita lalu mendaftarkan nugget buatannya ke Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian Bogor dengan nama Nuggetku. Pada tahun 2010, “Saya terpilih sebagai 1 dari 60 orang yang mendapat sertifikasi Halal gratis dari MUI Provinsi Jawa Barat. Proses mendapatkan sertifikasinya sangat lama, susah, dan diperiksa detail sekali. Sampai alat pembuatan nuggetnya juga diperiksa halal atau tidak,” paparnya.

Agar berbeda dengan produk lain, Anindhita menambahkan bayam merah dalam nuggetnya. “Bayam ini sebagai pasokan kebutuhan serat. Vitamin dan mineral yang dikandung bayam merah pun lebih lengkap, terutama kandungan antioksidannya. Untuk membuat nugget ini, saya sudah konsultasikan dengan ahlinya,” terang wanita yang pernah kuliah di Sekolah Tinggi Perhotelan Sahid dan Bogor Hotel Institute.

Saking populernya nugget bayam merah buatan Anindhita, tak hanya anak-anak yang suka. Pelanggan dewasa pun banyak yang suka karena bayam merah dipercaya bermanfaat bagi pencernaan, baik untuk penderita anemia dan ibu-ibu yang baru melahirkan. “Teknik membuat nugget bayam merah berbeda dengan jenis sayur lain. Bayam merah tidak boleh dimasak terlalu panas atau terlalu lama. Kalau memasaknya sampai berubah warna menjadi hijau, berarti antioksidannya sudah hilang. Terlebih sayur yang saya gunakan adalah sayur organik,” ungkap wanita berkulit putih ini.

Kini, ada 5 varian nugget sayur yang sudah dipasarkannya, “Kedepannya, saya ingin membuat nugget vegetarian, tahu, dan daging. Sudah banyak pesanan sih, hanya saja masih dalam tahap trial and error . Jadi nanti saja dulu, deh,” aku Anindhita yang kini dibantu 4 – 5 karyawan untuk membuat nugget dan mengantarkannya ke agen.



Laras Food Selaras Rasa & Harga

Adalah Ririn SP  (32), pemilik merek dagang Laras Food yang awalnya bekerja sebagai staf Research and Development makanan beku untuk produk ekspor. “Saya memang sudah tak asing lagi dengan makanan beku. Di luar negeri, sama sekali tak memperbolehkan memakai pengawet dan penyedap,” kata Ririn saat ditemui di rumahnya, Tenaru, Driyorejo, Gresik.

Usai cuti melahirkan perusahaan tempat Ririn bekerja ditutup tanpa ia tahu penyebabnya. “Tapi saya diminta menjadi trainer di perusahaan Singapura. Selama satu tahun saya kerja keliling. Berangkat pagi, pulang malam. Anak dan suami enggak terurus,” ujar ibu dua anak ini sambil tertawa.

Sambil bekerja, Ririn kerap nyambi bikin nugget. “Awalnya, sih, coba-coba. Tapi, kok, orang cocok dengan makanan buatan saya. Pertama bikin Crispy Deli olahan dari udang, ikan, cumi, mi, jamur, sayur, bumbu dicampur tepung, dibungkus kulit lumpia dan diikat daun pandan. Saya kemas dalam bentuk frozen food , jadi tinggal digoreng saat dibutuhkan,” papar Ririn yang memilih non MSG dan pengawet untuk produknya. “Saya membuat resep sampai mendapatkan rasa gurih tanpa MSG.”

Bersama suami, Ali Usman (35), mereka memasarkan produknya door to door atau ditawarkan ke teman-teman dan pabrik. Tak gampang mengenalkan produk fro­zen food ini. “Orang pasti tanya, ini makanan apa? Biar gampang, sa­ya kasih tester yang sudah digoreng.”

Tahun 2007, Ririn memilih berhenti kerja dan serius menekuni bisnis ini. Untungnya, Ririn sudah punya “modal” jaringan bisnis dan pemasok bahan laut segar. Varian produk buatan Ririn pun meluas, dari Martabak Udang, Nugget Kepiting, Kekian, Ebi Furai, dan lain-lain. “Berbeda dengan harga supermarket, saya menjual mulai dari Rp 14.500 sampai Rp 22 ribu.”

Setelah itu, Ririn mulai memikirkan strategi pemasarannya. Ia mendatangi Dinas Perikanan Provinsi Jawa Timur dan mendapat sambutan ha­ngat. Dua tahun kemudian Laras Food digunakan sebagai merek dagang resmi dan mengikuti pa­meran yang diadakan Dinas Perikanan. Kebetulan, ada program dari Kementrian Kelautan untuk branding produk nasional.

”Laras Food menjadi proyek pertama yang dipromosikan. Pengiriman pertama ke sebuah supermarket besar. Yang jelas, tanpa bantuan mereka, sangat sulit masuk ke sana,” papar Ririn yang kini memiliki 25 karyawan, yang semuanya ibu rumah tangga di sekitar tempat tinggalnya.

Namun, Ririn tak mau mewaralabakan usahanya, meski banyak permintaan. Ia lebih memilih sistem keagenan. “Kalau agen jalan, saya juga jalan. Untungnya, semua agen mau menyediakan freezer sendiri, bukan dari saya. Mereka boleh menjual harga lebih, tapi jangan terlalu jauh bedanya.”

Kini, ia sudah memiliki 50 agen yang tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari Makasar, Kalimantan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Tangerang, dan Sumatera. “Penginnya sih bisa ekspor, tapi infrastrukturnya belum siap. Saya harus buka lahan kosong, cari tenaga kerja, izin, dan modalnya besar. Tapi saya yakin prospeknya bagus.”

Lalu, apa kunci Ririn menghadapi pesaing? “Saya mementingkan kualitas dan harga terjangkau. Selanjutnya, biarkan konsumen memilih.” Ririn memang sangat memperhatikan kualitas. Semua makanan sudah diproses digoreng atau dikukus, lalu dimasukkan kemasan plastik dan dibekukan. “Masa konsumsinya 6 bulan dalam suhu beku,” jelas Ririn yang mendapat penghargaan sebagai wirausahawan muda dan pemuda pelopor di bidang kewirausahaan.

Kendala yang sering dihadapi ternyata ada di soal bahan dasar, yang harganya tak menentu dan selalu naik. “Kadang tidak ada ikan atau udang, saya harus cari ke pelabuhan. Akhirnya bikin kesepakatkan dengan supplier . Saya juga baru saja menaikkan harga dari Rp 13.500 jadi Rp 14.500. Menurut saya, harga itu masih terjangkau.”

Sumber : Tabloid Nova